Ada rasa sedih saat melihatmu
bahagia.
Bukan karena aku tidak ingin kamu
bahagia,
melainkan karena bukan aku yang
membahagiakanmu.
Itu menyakitkan,
seperti pukulan yang sebenarnya
ingin buatku tersadar.
Mungkin ini waktu untuk aku
terpuruk,
supaya aku dapat melihat Tuhan
memakai kenangan ini untuk buatku dipenuhi kesiapan,
sehingga doa dapat melahirkan
semangat dan kemudian buatku bangkit.
Namun ketahuilah sebelum aku sudah
tak lagi mencintaimu,
ini darahku mengalir membawa
bayang-bayangmu mengelilingi tubuhku
dan jantungku berdenting demi kau
menari-nari di pikiranku.
Ada satu hal yang sampai hari ini
masih membuat aku bangga menjadi aku,
itu karena aku mampu terima kamu
apa adanya.
Aku meminta ampun kepada
Tuhan,
sebab aku pernah berharap kalau
suatu saat,
ketika angin menghempasku hilang
dari daya ingatmu,
aku ingin tak pernah lagi
menginjak bumi.
Sebab hidup jadi terasa bagaikan
dinding yang dingin.
Aku harus menjadi paku, sebab kamu
bagai lukisan dan cinta itu palunya.
Memukul aku, memukul aku dan
memukul aku sampai aku benar-benar menancap kuat.
Pada akhirnya,
semoga tidak kamu lagi yang aku
lihat sebagai satu-satunya cahaya di dalam pejamku sebelum pulas.
puisi karya : Zarry Hendrik
0 Comment:
Posting Komentar
thank you for your comment and reading this post :)